Halaman Awal

11 Agustus 2023

Nelayan itu Penggerak Ekonomi

Foto: Kapal-kapal masih berlabuh TPI Tanjung Limau. (Yahya Yabo)

Nelayan itu Penggerak Ekonomi

Oleh Yahya Yabo

Tidak banyak yang tahu. Detail pekerjaan nelayan. Biasanya orang-orang hanya mengenal nelayan hanya seorang yang menangkap ikan di laut. Namun jauh dari itu, nelayan bergerak dan menjadi motor penggerak ekonomi masyarakat.

Sore itu, saya melihat para nelayan yang bergegas untuk menuju samudera lepas. Beberapa kapal (kapal penangkap ikan) masih berlabuh di dermaga Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Tanjung Limau, Bontang Baru. Satu kapal besar diisi beberapa nelayan. Bukan dua atau tiga. Bahkan bisa 5 hingga 10 nelayan. Di kapal itulah, segala aktifitas mereka dikerjakan saat sedang di tengah laut. Mulai dari tidur, makan dan beribadah. Semua peralatan keseharian mereka ada di kapal itu.

Sore itu, satu kapal sedang bongkar muat ikan. Itu hasil melaut sebelumnya. Tempat pelelangan ikan ramai. Dari penjual ikan, pembeli yang datang langsung membeli.

Pedagang ikan silih bergantian mengambil ikan dari kapal. Menimbang ikan di timbangan. Sesuai timbangan. Ada yang mengambil dan mengangkat hingga membawa dengan motor kemudian di jual ke warga.

Beberapa nelayan tadi masih sigap setelah semua ikan telah habis dibongkar muat. Hari ini atau esok akan kembali ke laut untuk menangkap ikan.

Berbagai macam ikan yang ada di hadapanmu saat ini hasil dari tangkapan nelayan. Ikan yang dibeli dari penjual ikan. Yang diantar dari pemotor ke penjual. Didapat dari bongkar muat tempat pelelangan ikan. Dari nelayan yang melaut.

Nelayan tidak akan berhenti melaut. Mereka juga sebagai roda penggerak ekonomi masyarakat. Nelayan dari berbagai penjuru daerah datang. Hingga kembali melaut.

Terima kasih para nelayan penyedia langsung ikan segar.!

(1082023)


Lihat juga: Cerita Minggu Satu


05 Maret 2023

Cerita Minggu Satu

Masjid Darul Irsyad Al-Muhajirin, sore hari 17.15 Wita. Orang-orang datang menikmati sore. Bersama, keluarga, anak, teman. Siapa pun yang bersama mereka.

Suasana sore itu cerah. Langit biru indah dengan cahaya senja berkilau di ujung barat. Angin berhembus sepoi. Dengan kicau burung sesekali.

Masjid yang berada di atas laut. Laut terlihat tenang dengan desiran ombak. Empat kapal bersandar. Salah satunya bertulis KM Anugrah Mulia Setia. Entah kapal-kapal itu telah usai berlayar atau masih bersandar menunggu waktu berlayar kembali.

Terlihat ada beberapa orang memancing. Memasang umpan. Seseorang entah sudah berapa lama menunggu umpan disambar ikan. Sore makin berlarut.

Terlihat suasana makin ramai. Deretan motor terparkir. Sesekali menengok sekeling.

Ada penjual ‘pentol’ bakar, penjual somai, penjual batagor dan abang-abang odong-odong. Mereka yang dianggap berhasil memajukan UMKM. Saat situasi ekonomi anjlok ketika pandemi Covid-19 hingga tahun berlangsung.

Sore kian berlarut. Sudah 30 menit lebih menikmati sore di depan masjid. Kian ramai orang berdatangan. Setelah diresmikan pada tahun 2022 lalu. Masjid itu menjadi ikon. Orang-orang menyebutnya ikon masjid terapung di atas laut. Jadi destinasi wisata. Dikunjungi warga. Namun hingga kini masih belum terlihat kekuatan destinasinya. Tapi terlihat orang menikmati kunjungannya.

Suara keramaian kian bertambah. Orang masih sibuk nikmati suasana. Ada yang berselfi ria, menikmati beberapa jajanan. Hingga menikmati terbenamnya matahari sebagai pertanda batas hari antara sore dan malam.

Di antara batas hari itu, ada pesona langit yang indah. Orang-orang menyebutnya senja.

Gelap akan menjama. Orang-orang kembali pulang. Masjid juga akan mengumandangkan azan. Panggilan Ilahi pada manusia.

Aku bergegas pulang. Tidak ada kata. Semua juga akan kembali pulang. Pada akhirnya.

Ini cerita Minggu pertama. Kalau ada waktu, akan ada cerita Minggu lainnya juga di tempat berbeda. Aku akhiri ceritanya. Pada pukul 17.53 Wita. See you.

#CeritaMingguSatu