Halaman Awal

23 Desember 2022

Aku Lupa Waktu dalam Dunia Maya

Aku Yahya Yabo. Keseharianku menjadi Jurnalis di media lokal Bontang, Kalimantan Timur. Pastinya akan selalu membutuhkan gawai dan internet. Gawai dan internet bagi jurnalis itu suatu kebutuhan. Sama seperti fungsi pakaian yang dibutuhkan jurnalis.

Setiap hari harus mencari berita, ‘update’ berita, menulis berita hingga membutuhkan internet untuk menuntaskan pekerjaan.

Dalam keseharian, aku tidak begitu ‘romantis’. Hanya seperti orang lain pada umumnya. Menggunakan internet pada umumnya.

Disela kesibukan sebagai jurnalis. Pasti ada waktu untuk menikmati waktu sendiri. Hanya sendiri namun ditemani gawai. Berselancar di dunia maya. Gawai yang juga digunakan sebagai alat kerja.

Aku sering menggunakan Youtube dan Instagram untuk berselancar di dunia maya. Mencari informasi maupun untuk hiburan pribadi. Tak kala sudah berada di dunia maya, aku sering lupa waktu. Berselancar sendiri, jauh masuk ke dunia orang lain. Melihat sisi internet yang begitu luas.

Dari internet, informasi tak dapat dibendung. Begitu banyak kabar. Dari kabar yang memang benar hingga kabar bohong atau hoaks. Terkadang kabar fitnah juga ada. Itulah internet.

Tapi dari situ, masyarakat harus jeli. Menerima informasi dan kabar sehingga tidak menerima kabar hoaks. Hoaks bisa mengenai siapa saja, tanpa pandang usia. Bahkan, para elit pun bisa terkena kabar hoaks. Seperti beberapa waktu lalu. Ketika kebohongan mengenai pemukulan salah satu aktris senior padahal melakukan operasi plastik.

Kembali ke aktivitasku. Dari ke dua media sosial itu, aku sering melupakan waktu saat berselancar di dunia maya. Mencari hiburan di sana rasanya seperti ‘candu’ yang membuat ketagihan. Sayangnya, kadang aku tidak bisa mengontrol keadaan itu. Terus saja terbuai di media sosial. Dari satu media sosial ke media sosial lainnya. Terbuai.

Tak jarang. Semua akses internet bisa diakses semua kalangan hingga anak-anak. Namun, di situ sisi ‘negatif’ internet. Akses yang memudahkan akan membuat yang mengaksesnya tidak mengenal batasan usia. Bisa mengakses apa saja.

Aku pun, masih terkadang melihat konten dewasa di media sosial, yang mungkin bisa diakses di bawah usia yang diperbolehkan.

Kalau dipikir, waktu kadang terbuang percuma untuk memuaskan hasrat bermedia sosial. Tapi, disitulah sisi kenikmatan internet. Melihat dunia hanya melalui gawai ukuran kecil. Di sudut ruang atau di kamar sendiri. Dengan keadaan apa pun, bisa menikmati internet.

Lupa waktu inilah yang aku sebut penyakit masa kini. Hingga mengabaikan semuanya. Baik pekerjaan pribadi maupun pekerjaan yang ada di rumah. Ingat saja, jangan sampai lupa waktu. Bagiku masih banyak yang bisa dilakukan tanpa terhubung internet.

Aku khawatir jika ini akan berlangsung lama. Kebiasaan yang bisa saja ‘mematikan’. Aku kadang bersalah sendiri. Tidak bisa membagi waktuku untuk kunikmati. Butuh waktu sendiri itu juga pentingkan.

Berikan coba solusinya padaku.?


Kunjungi juga - Aku, Jurnalis dan Kota Bontang

22 Juni 2022

Pergi ke Kota

    Jalanan Kota

Pergi ke Kota

Masih Juni 2022. Perjalanan kembali di mulai. Kali ini akan ke kota. Kota metropolitan, katanya. Kota Tempat dahulu aku berkuliah. 2010-2015. Kota dengan julukan untuk pahlawannya ‘ayam jantan dari timur’. Kota dengan bandara internasional tersibuk di timur Indonesia. Kota yang memiliki 3 Universitas Negeri besar. Banyak juga universitas swasta. Dan banyak cerita tentang kota itu. Jantung kota di Sulawesi.

Memulai perjalanan dari Barru. Ke arah selatan. Menggunakan motor roda dua. Sendiri lagi. Perjalanan akan menempuh waktu 3,5 jam. Beberapa jalan bagus. Ada juga yang masih rusak. Jalan poros.

Keperluanku mengunjungi keluarga sekaligus akan ada mengikuti kegiatan. Hanya kebetulan bertemu agenda itu. MIWF

Perjalanan darat dengan motor cukup nyaman. Hanya saja, kadang ada macet setelah memasuki kota. Ya, begitu kota besar.

Sampai di kota. Bergegas menuju rumah kerabat. Rumahnya dekat dengan terminal Daya. Terminal yang juga sibuk melayani kendaraan antar kota antar provinsi.

Kota yang begitu pesat tumbuh. Dengan segala perkembangan infrastrukturnya. Walau ada juga yang masih kurang. Seperti Stadion yang ada di kota yang masih mangkrak. Saat tulisan ini dibuat.

Kulihat kota makin pesat pembangunannya. Sekarang ada jalan tol layang di tengah kota. Di atasnya jalan layang flyover ujung jalan A.P Pettarani. Yang membentang di jalan tengah kota. 2015, saat itu belum ada.

Saat sedang berkeliling kota. Mengendarai motor. Menembus macet jalan. Tentu polusi kendaraan banyak. Dari kendaraan truk, angkutan kota atau orang di sini biasa menyebut ‘pete-pete’. Hari itu matahari siang menyengat. Saat aku berkeliling kota.

Beberapa kantor Instansi kulewati. Kodam XIV Hasanuddin. Universitas Hasanuddin. Kantor pimpinan wilayah Nahldatul Ulama. Kantor Gubernur. Kantor DPRD. Universitas UIN Alauddin. Universitas Negeri Makassar (UNM). Dan tentunya Unismuh, Almamaterku. Tanam makam pahlawan panaikang. Dan juga gedung Graha Pena. Tempat beberapa media berkantor.

Jalan masih sibuk dengan aktifitasnya. Lalu lalang kendaraan. Jalan macet. Suara klakson terus menderu. Juga saling sahutan. Tentu bising. Di kota ini harus pintar bertahan hidup. Kulihat seorang pria di pinggir jalan. Sedang membuka tambah angin ban keliling. Bahkan semua pekerjaan ada di kota ini. Coba saja berkunjung. Pasti melihatnya.

Setelah beberapa saat mengelilingi sebagian jalan protokol kota. Tapi kota ini tidak bisa dikeliling seharian. Tidak seperti di Bontang. Kota Bontang bisa dikeliling dalam waktu satu hari. Coba saja mengelilinginya.

Kota yang begitu ramai. Tak pernah sepi. Begitu pun jalanan. Jalanan yang tak pernah tidur. Hingga pagi buta, dini hari.

Aku juga berencana mengunjungi teman. Teman bersama saat berkuliah. Teman diskusi. Tukar pendapat. Bahkan hingga debat bersama. Di ruang kelas. Dia sudah S2. Selesai 2018. Hingga bertemu. Masih sama, masih sering tukar pendapat. Sejalan.

Aku sampai di depan almamaterku. Duduk sendiri. Memerhatikan adik-adik mahasiswa lalu-lalang. Ada juga yang kulihat berkelompok. Mungkin sedang diskusi. Jalanan depan kampus masih ramai. Selalu. Jalanan itu yang sering dijadikan panggung terbuka aktivis kampus. Menahan mobil besar. Dijadikan panggung orasi.

Berkunjung ke kota ini mengingatkanku masa-masa kuliah. Kembali memori itu berputar di kepala. Kisah berkuliah. Berorganisasi. Banyak kenangan. Masa itu. Nostalgia. Aku terhanyut dengan ingatan-ingatan masa itu.

Magrib bertandang. Suara azan dikumandangkan muazin dari beberapa masjid. Terdengar jelas. Saling bersahut. Merdu. Aku harus pulang. Memori lama masa itu ikut kutinggalkan. Jika ingin menemui. Datang saja ke depan kampus almamaterku. Kampus biru. Mungkin memori itu tetap ada. Atau akan tetap ikut bersamaku. Bisa juga kutitipkan padamu.!

 

*selesai, Makassar, 22062022


Singgah ke sini: Catatan Perjalanan Kapal

Berkunjung juga ke sini: Seni Menanam Kacang


19 Juni 2022

Seni Menanam Kacang

    Yahya Yabo

Seni Menanam Kacang

Pagi buta. Pukul 06.00, lelaki tua sedang bersiap. Dari rumah. Memakai pakaian yang sedikit berlumur dengan cap tanah di sebagian lengannya. Setelah lelaki tua itu menikmati makan paginya. Sederhana. Nasi putih dengan lauk ikan goreng ‘layang’ dengan sedikit saos kecap. Pagi yang bersahaja. Memulai pagi dengan syukur.

Setelah semua dilakukan. Lelaki tua itu baru berangkat. Aku juga ikut berangkat bersama. Menuju ladang garapan. Sekitar 10 menit perjalanan. Tanah garapan hanya seluas 30x30 meter/ (9 Are).

Lelaki tua itu membawa satu ember hitam yang dijinjing. Berisi 3 liter kacang tanah. Kacang tanah yang telah direndam semalam. Aku mengikut di belakangnya. Bersama.

Setelah sampai di ladang garapan. Lelaki tua memulai. Mengambil sebatang kayu dengan panjang 1,5 meter. Kayu yang telah dibuat runcing pada bagian bawahnya ukuran 5 centimeter. Sebatang kayu akan digunakan. Sebagai ‘senjata’ dalam Seni menanam Kacang.

Aku mulanya hanya duduk melihat. Ketika lelaki tua memulai berjalan dari ujung lahan menuju tengah lahan.

Tanah yang telah digemburkan sebelumnya. Membersihkan rumputnya menggunakan parang. Hingga bersih. Menyemprotnya dengan cairan anti hama. Dan siap untuk digarap. Alam telah menyediakan segalanya.

Pemandangan lahan sangat indah. Dikelilingi pohon-pohon kelapa menjuntai tinggi. Buah kelapa muda terlihat segar. Hijau cerah. Jika airnya dinikmati dengan es batu, pasti lebih terasa nikmat. Di kejauhan terlihat gunung-gunung berdiri kokoh. Seakan tak tergoyahkan. Pemandangan yang sangat asri. Aku nikmati sejenak pemandangan yang jarang kulihat.

Ketika lelaki Tua memulai. Mulai menancapkan kayu ke tanah. Kembali dicabut. Terlihat bekas lubang kecil. Lubang seukuran bagian runcing kayu. Begitu dilakukan semua ke ladang garapan. Berulang. Sementara perempuan paruh baya di belakang mengikuti. Mengisikan kacang tanah ke setiap lubang yang dibuat. Diisi satu persatu lubang. Dengan satu kacang tanah.

Aku mulai mengikuti. Mengisi lubang dengan kacang tanah satu persatu. Sabar. Harus dengan sabar mengisinya. Tidak boleh terlewat satu lubang. Juga tidak boleh diisi lebih satu kacang.

Cara menanamnya juga harus membungkuk. Mengisi pas di lubang yang telah dibuat. Setelah kacang tanah diarahkan ke lubang. Kaki juga harus sigap. Menutup bagian tanah yang telah tersingkap dengan menggunakan kaki. Lebih tepatnya jari jempol kaki. Di sini aku mengetahui kegunaan lain dari jari-jari kaki.

Begitu harus dikerjakan. Semua. Sampai ladang terisi dengan kacang tanah.

Sesekali lelaki tua beristirahat. Mengusap keringat yang menumpuk di dahi. Keringat menetes ke tanah. Wajahnya yang tertutup topi kain terlihat lelah. Meminum air botol yang telah disediakan seteguk demi seteguk. Rasa haus hilang. Lelah cukup terobati sedikit.

Pukul 10.00. Terik matahari telah menyengat. Setelah beberapa bidang telah ditanami. Lelaki Tua pulang. Membawa kembali semua peralatan ladang. Bersiap ke peraduan.

Setelah menanam harus ditunggu sampai lebih kurang 3 bulan. Dirawat. Diberi pupuk. Dipelihara. Namun tunas baru mulai tumbuh dalam waktu 7 hari. Baru terlihat. Tumbuh. Mekar. Memiliki daun. Hati Lelaki Tua juga ikut senang. Bahagia.

---

Ada makna dibalik menanam kacang ini. Lelaki Tua yang berjalan di depan. Kemudian membuat lubang kecil. Setelah itu diikuti Perempuan yang mengisi lubang dengan kacang tanah di belakangnya. Satu keluarga akan dibimbing oleh kepala keluarga. Menjadi pemimpin terdepan. Mengarahkan anggota keluarga. Bertanggung jawab. Semampunya.

Aku baru menyadari. Ketika semua sudah selesai dikerjakan.

---

Kamu pasti tahu kacang tanah. Kacang yang sering dijadikan campuran bahan makanan. Beberapa jenis makanan. Ketika kamu sering memakan gado-gado, tahu tek/tahu hulor, sate atau makanan bercampur kacang tanah.

Begitu prosesnya. Hingga bisa dinikmati. Bisa jadi makanan yang kamu makan berasal dari tanah ini. Bisa jadi.! Juga tidak!

 


13 Juni 2022

Catatan Perjalanan Kapal

Foto: KM. Binaiya


Catatan Perjalanan Kapal

Juni 2022. Kembali memulai perjalanan sendiri. Menggunakan kapal motor Binaiya. Perjalananku kali ini sendiri. Memang aku putuskan untuk sendiri. Ingin menikmati perjalanan. Perjalanan kali ini sangat nyaman. Tidak ada mual dalam perjalanan. Tidak ada muntah di jalan. Iya, biasanya aku tidak cukup kuat perjalanan jauh. Apalagi menggunakan transportasi kapal laut. Banyaknya aroma yang bercampur membuat aku biasanya mual. Dari aroma kapal, bau cat kapal, aroma barang bawaan seperti sayur dan masih banyak aroma lainnya. Coba saja menaiki kapal. Pasti kamu menemukan aroma-aroma itu.

Kapal akan berlabuh dari pelabuhan Loktuan. Pukul 7.00 aku sudah di pelabuhan. Kapal masih terlihat bersandar. Para ABK masih sibuk membersihkan kapal, setelah berlabuh dari Awerange ke Bontang dan akan kembali ke pelabuhan Awerange. Setelah semua penumpang yang datang turun, barulah penumpang dari pelabuhan Loktuan bisa naik. Aku juga naik bersama penumpang lain. Tiketku sudah kubeli dari jauh hari. Meminta tolong dari kenalan yang menjualkan tiket.

Penumpang berasal dari berbagai daerah di Sul-sel. Tujuanku sendiri ke Barru.

Sabtu, Pukul 09.09 wita kapal mulai  bergerak dan memulai pelayaran. Perjalanan akan menempuh waktu lebih kurang 26-27 jam. Begitu perjalanan laut.

Di dalam kapal. Semua penumpang hanya santai di atas kasur tipis yang memang disediakan ABK kapal. Aku juga terbaring di Deck 4 kasur 225. Tetap sendiri. Tapi aku nikmati perjalanan kali ini.

Jumlah Deck kapal ada 6 hingga bagian atas. Di atas ada Musala, ada Kantin kecil dan tempat bersantai. Tempat bersantai ini penumpang bisa merokok. Sebab di dalam kabin penumpang dilarang. Tertulis tulisan ‘Dilarang Merokok’.

Perjalanan masih panjang. Saat aku tulis ini. Aku sedang duduk di koridor luar kapal sebelah kiri. Menikmati sengatan hangat sinar matahari pada jam 08.00 Minggu. Duduk sendiri.

Kulihat dua pekerja kapal sedang  bekerja. Mengecat bagian sebelah kiri depan kapal. Bau catnya tercium hingga tempatku duduk. Tapi aku tidak mual.

Sebelum kapal berangkat. Aku masih tetap terbaring di kasur tipis. Memang tak banyak yang aku kerjakan. Namun petugas ABK di dapur sudah siap sedia. Mempersiapkan makanan untuk semua penumpang. Melayani. Pukul 11.00 wita suara dari pengeras suara meminta penumpang untuk mengambil jatah makan siang. Penumpang lain bergegas. Aku juga bangun. Ikut mengantre mengambil makanan. Begitu dilakukan kembali saat waktu makan malam tiba. Pukul 18.00. Dan waktu sarapan Minggu pagi. Jatah makan diberikan 3 kali. Untuk aku yang berangkat sendiri cukup membantu.

Minggu pagi. Kapal masih berlayar. Suara kapal terdengar jelas bersama suara desiran ombak air laut yang menghantam kapal. Kapal terus melaju. Tidak ada guncangan di kapal.

Setelah menikmati hangatnya mentari pagi. Aku kembali masuk ke kabin penumpang. Waktu menunjukkan Pukul 08.30. Sembari mengitari sudut-sudut kapal. Melihat apa saja yang dilakukan penumpang lainnya.

Para ABK sibuk dengan tugasnya masing-masing. Penumpang lainnya juga sedang bersantai. Ada yang hanya duduk bermain ponsel. Ada yang mengabadikan momen bersama keluarga. Bersantai sambil merokok. Dan seorang ibu yang sedang menenangkan anaknya.

Aku kembali ke tempat istirahat penumpang. Kembali pengeras suara mengumumkan ‘Kepada semua penumpang, kapal akan bersandar lebih kurang satu jam ke depan’, kata salah satu awak kapal. Waktu masih menunjukkan 10.09 wita. Kulihat di sekitar, penumpang lain sedang bersiap-siap. Membereskan barang-barang bawaan mereka.

Aku juga mulai berkemas. Membereskan barang. Tak banyak barang yang kubawa. Hanya satu tas ransel besar. Satu tas selempang berisi peralatan tulis dan buku. Dan satu bungkusan berwarna hijau berisi makanan ringan.

Minggu. Tepat pukul 11.30 wita. Kapal bersandar di pelabuhan Awerange. Semua penumpang turun. Lega sudah bisa sampai di tujuan. Tinggal mencari kendaraan untuk sampai di rumah. 

Setelah di rumah. Tulisan ini kuselesaikan. Ditemani secangkir teh panas.

Sering-seringlah berkunjung ke Blog ini. Mungkin kalian akan menemukanku di sini bersama tulisan lainnya.

 

 

 

 

 

18 April 2022

Aku, Jurnalis dan Kota Bontang


Foto: Yahya Yabo

Juli 2021. Beberapa pekan ini dunia dihebohkan dengan berita dua Miliuner Amerika serikat sedang bersaing terbang ke luar angkasa dengan masing – masing perusahaan mereka. Yah, pasti kalia tahu. Dua Miliuner itu yakni Richard Branson dan Jeff Bezos. Richard Branson pendiri Virgin Galactic menggunakan pesawatnya untuk terbang ke luar angkasa pada Minggu 11/07/2021. Sementara Jeff Bezos melakukan penerbangan ke luar angkasnya pada Selasa, 20/07/2021 dengan menggunakan pesawat New Shepard buatan perusahaan Blue Origin milik Jeff Bezos sendiri.

Juli 2021, Bontang. Kasus Covid-19 di Kota Bontang dalam pekan - pekan terus meningkat. Melihat dari data Satgas Covid-19 kota Bontang pada akhir-akhir bulan Juli 2021, 15 kelurahan yang ada di kota Bontang berada di zona merah. Dengan total lebih 9.439 kasus di Bontang dan angka kasus aktif sebanyak 1.879 kasus (per tanggal 22 Juli 2021). Berharap kasus Covid-19 tidak harus meningkat.

Kedua perisitiwa itu terjadi di bulan Juli. Aku bukan ingin menceritakan kedua hal itu. Pertama untuk kedua Miliuner itu yang terbang ke luar angkasa adalah bisnis mereka yang ingin ‘mempariwisatakan’ luar angkasa. Kedua mengenai kasus Covid-19, aku atau bahkan jurnalis lainnya ingin tidak ada lagi pemberitaan mengenai Covid-19. Harus usai. Atau Covid-19 sudah akan menjadi bagian dari kehidupan kita umat manusia.

Nah, di paragraf  ke empat ini, aku akan memulai menceritakan ceritaku bersama sebagai Junalis yang biasa orang juga kenal wartawan atau pemberi/penyampai informasi ke publik.

Sebelumnya, pada 2015 pertama kali aku menjadi jurnalis/wartawan media cetak. Mengenal teknik tulis-menulis dalam media sudah aku tahu sejak aku berkuliah. Aku menyelesaikan kuliah 2015. Desember 2015 aku bekerja di media cetak lokal Bontang, Bontang Post. Akhir tahun menuju 2016. Awal liputan ditugaskan mencari pernak – pernik Natal yang saat itu akan merayakan hari Raya Natal 2015.

Aku menjalani tugas liputan. Liputan seputar kota. Mencari berita unik, menarik dan dekat dengan masyarakat. Melihat permasalahan masyarakat. Keliling – keliling kota Bontang. Pernah aku lalui.

Suatu ketika, aku sudah berusaha mencari liputan. Seharian. Sudah susah payah. Berkeliling, tapi ide liputan belum muncul. Baru awal-awal tugas. Sampai di kantor. Waktu itu malam. Aku ditanya salah satu redaktur. ‘Mana beritamu hari ini’?  ku jawab ‘belum ada’. Kemudian dibalas ‘Ngapain kamu datang kalau nda ada beritamu’.

2016. Beberapa bulan menjalani tugas. Aku masih sering bingung. Suatu waktu ada liputan. Liputan besar waktu itu. Kejadian terbakarnya orang utan di Km 3, Kelurahan belimbing. Satu orang utan dewasa dan dua orang utan masih kecil mati terbakar. Aku ikut liputan. Langsung, di Tempat Kejadian Perkara. Berita kebakaran orang utan itu menjadi headline di media lokal. Masih beberapa media waktu itu di Bontang, juga belum banyak online. Beritanya pun bahkan menjadi berita nasional.

Beberapa bulan mengenyam di media cetak lokal. Ketika itu, aku masih tidak menyangka bisa bergabung dengan Tim hebat. Timnya dulu diberi nama Hunter. Ada aku dan satu laki-laki dan dua orang wanita tergabung dengan Tim.

Saat masih bersama Tim Hunter. Aku pernah ditugaskan liputan khusus. Liputan mengenai LGBT di Bontang. Liputan itu menjadi headline. Berkesan juga bagi aku. Liputan mendalam. Suatu masalah. Diberikan beberapa waktu menyelesaikan liputan. Mengenai Tim hunter, beberapa masih aktif di media, ada juga yang sudah tidak ada kabar selepas keluar dari media. Pertengah tahun istrahat.

2017-2018. Jeda dari media. Walau pun jeda, aku tetap menulis opini ke media. Beberapa dimuat. Pasti ada juga tidak.

Desember 2018. pertengahan Desember. Memulai kembali di media. Kali ini di media audio visual. Media Televisi lokal. PKTV. Ceritanya baru bermula. Menjadi Reporter. Ini juga mengenai awal liputan di media Televisi. Meliput perayaan hari keagamaan. Ketika itu, mendekati perayaan hari raya Natal 2018. Tugas dari kantor. Langsung meliput perayaan hari raya Natal di Gereja yang ada di Bontang. Malam Misa.

Sudah pasti malam itu, penjagaan gereja pasti lebih ketat dari hari biasanya. Para jemaat yang masuk gereja wajib diperiksa. Ada penjagaan. Polisi sigap dengan penjagaan alat deteksi logam. Semua diperiksa. Aku bersama senior reporter masuk juga diperiksa. Semua barang bawaan. Diperiksa menggunakan alat deteksi logam. Di depan pintu gereja. Saat itu detak denyut jantungku berdenyut kencang. Entah kenapa. Atau karena baru kali pertama aku memasuki Rumah ibadah orang lain, Gereja.

Aku masuk. Tetap dengan ‘deg-degan’. Dari depan hingga belakang ruangan, aku lihat bangku panjang yang menyamping terisi penuh. Aku mencari bangku yang kosong. Sebeleh kiri gedung terlihat satu bangku yang tidak diduduki. Aku duduk. Berbeda dengan yang lain. Tapi panitia kegiatan tetap mengenaliku.

Proses Misa berlangsung. Dari awal proses hingga selesai ku lihat. Aku hanya duduk. Tidak tahu harus melakukan apa. Hanya senior reporter yang mengambil gambar. Aku ditugaskan mewawancarai pendeta. Ini pertama kali aku masuk ke Gereja. Pada saat rangkaian Misa dan proses lainnya, di dalam hati aku mengingat.

Bagiku, tidak masalah. Hanya saja ini pengalaman pertamaku masuk rumah Ibadah agama lain. Menyaksikan secara langsung dari dalam. Aku seorang Muslim. Ini tugas. Tugas dari pekerjaan. Sebagai reporter.

Sebagai jurnalis/reporter harus siap. Siap ditugaskan dimana saja. Selagi mampu. Punya bekal. Punya identitas diri.

Awal 2020. Kasus covid-19 pertama yang tercatat di Indonesia terjadi di bulan Maret 2020. Dua orang yang terkonfirmasi kasus korona pertama yakni Ibu dan Anak. Dari kasus pertama itu, menyebar. Semakin banyak. Hingga kasus Covid-19 pengaruhi segala lini. Sosial, ekonomi, agama, pandangan, kebijakan hingga juga pengaruhi tugas – tugas sebagai jurnalis.

Awal – awal kasus meningkat di tahun itu, membuat semua panik, khawatir, saling menghindari jarak. Sebagai media televisi yang lebih mengedepankan Visual Audio. Pasti sulit. Bertemu langsung dengan narasumber tidak bisa dielakkan. Dengan siapa saja. Namun, pasti ada saja yang tidak ingin bertemu. Ini sering sulit bagi jurnalis televisi. Ketakutan narasumber bertemu orang di awal – awal pandemi Covid-19. Semuanya aku alami. Dijalani, dengan beberapa aturan – aturan baru. Dalam kehidupan. Harus memakai masker ketika keluar rumah, menjaga jarak dan tidak bersentuhan.

Juli 2021. Kota Bontang masih dalam status zona merah. Semua kelurahan. Termasuk Kelurahan tempat aku tinggal. Loktuan. Salah satu yang tertinggi.

Aku akhiri tulisan ini. Hanya sedikit cerita. Pengalaman. Merasakan langsung. Salam.  


Berkunjung Juga ke: Media Bukan Alat Pembuat Meriah  


*Ditulis pada 27 Juli 2021