Halaman Awal

16 Mei 2016

Hanya Pertemuan

Hanya Pertemuan
Oleh N Yahya Yabo

Bandara Makassar.
Memulai perjalan siang itu, menuju rumah. Pulang. Kau sudah sedari tadi duduk di ruang tunggu. Dudukmu bersama wanita tua, tapi wanita tua itu bukan keluargamu hanya seorang yang satu tujuan perjalanan denganmu.
Masih pukul 12:45. Pesawatku 13:50. Aku menunggu bersama adikku.
Sejak masuk ke ruang tunggu aku tak melihatmu, hanya memilih kursi yang masih kosong. Kursi yang berdempet empat di ruang tungggu kosong. Aku duduk.
Sebelumnya, aku tak memperhatikanmu, setelah beberapa menit cukup untuk melihatmu yang duduk tepat di depan adikku. Perhatianku saat itu tertuju padamu. Seperti kebanyakan penumpang lain yang ingin kenal aku bertanya tujuanmu. Kau menjawab seadanya.
Aku terus membuka obrolan-obrolan, memang terasa canggung orang yang asing menyapamu basa-basi. Aku masih tetap bertanya padamu. Tatapanmu melihatku juga tak ada rasa canggung.
Siang itu kau yang memakai baju merah muda lengan panjang dengan jeans hitam. Kau pasti lagi flu, aku mengira-ngira saja, karena.kau memakai penutup mulut. Pembicaraan itu mulai cair dengan pertanyaan selanjutnya, bertanya tentang kau berasal dari mana, pernah kuliah dimana, dan tujuan dr perjalananmu dan selanjutnya.  Adikku diam saja. Tetapi aku lupa menyapa di awal, tetapi aku belum menanyakan namamu, atau karna pembicaraan itu larut.

27 Maret 2016

Bocah Koran - Feature


BOCAH: menjajakan koran di tengah-tengah keramaian kota
BOCAH PENJAJA KORAN YANG INGIN JADI PENGUSAHA
Oleh N Yahya yabo - Bontang

Masih kecil, dia sudah bisa bekerja sendiri. Berteriak sambil menjajakan koran yang dia bawa. Tanpa memperhatikan keselamatannya sendiri, dia berjalan menawarkan koran yang dijual kepada pengendara yang lalu lalang didepannya.
Muhammad Rusdi Rafael (11), setiap harinya selalu menjajakan koran di pertigaan Gunung Sari-Rawa Indah. Setiap pulang sekolah pukul 17:30, dia lansung mengambil koran di tempat loper koran. Dari pukul 18:00 dia sudah mulai menjajakan korannya hingga pukul 22:00 malam.
“Saya setelah pulang sekolah baru bisa jualan. Biasa juga kalau pagi, karena sekolah masuk siang.” Kata Rafael
Bocah yang duduk di bangku kelas 5 sekolah dasar ini, sudah berjualan sejak kelas 3. Dia bekerja bukan tanpa alasan. Pasalnya orang tuanya sudah sakit-sakitan sedangkan ibunya hanya bekerja sebagai tukang cuci baju tetangga.
“Orang tua yang satunya (Bapak) sudah sakit-sakitan, kalau ibu cuman nyuci baju.” Beber Rafael
Rafael anak terakhir dan memiliki enam saudara, mengatakan jika berjualan koran dia bisa mandiri tanpa membebani orang tuanya dan juga bisa memenuhi kebutuhan sekolahnya.  Dia tak pernah meninggalkan sekolahnya, selepas pulang jualan koran dia lansung belajar bersama temannya.
“Jualan biar bisa beli macam-macam, seperti kebutuhan sekolah dan jajan tanpa minta orang tua. Sesudah jualan ini, saya lansung pulang mau belajar.” Ungkap Rafael
Saat ditanyakan mengenai cita-cita saat besar natinya, dia menjawab ingin menjadi pengusaha.
“Saya mau jadi tentara biar bisa jaga-jaga. Kalau tidak yah jadi pengusaha sukses aja.” Tutur Rafael. (*)

Kisah Pak Sahrul - Feature

Kisah Pak Tua Pengumpul Kardus bekas
Oleh N Yahya Yabo – Bontang

SETIAP HARI: Mencari kardus bekas bersama anaknya.










Setiap hari berjalan kaki bersama anak kumpulkan kardus bekas
Terik matahari tak pernah ia rasakan. Peluh masih menyingkap di balik badannya. Hingga sore hari dia masih mendorong gerobak yang berisikan kardus-kardus bekas hasil kumpulannya dengan anaknya yang berdiri di atas gerobak. Sahrul (65) bersama anaknya Joni (5) setiap harinya berjalan mencari kardus bekas. Warga yang tinggal di RT 27 Kelurahan Tanjung Laut ini telah bekerja sebagai pencari barang bekas 23 tahun lebih. Mengumpulkan kardus tiap harinya, hanya bisa mendapatkan hingga 5 kg perhari. Setiap kilonya dia jualkan hanya Rp 800 - Rp1000. Dia mengaku berjalan dari kelurahan Tanjung Laut menuju ke daerah  depan Rudal.
“Setiap hari hanya dapatkan 5 kilo,” Kata Pak Sahrul saat ditemui di jalan A. Yani.
Pak Sahrul yang memiliki lima anak tetapi tak tinggal bersama. Hanya joni sibungsu yang menemaninya bersama istri keduanya.
“Anak saya ada lima, tapi yang lain ada di luar kalimantan.” Kata Pak Sahrul Jumat (25/12).

Sering Dibaca