HUJAN BATU
Oleh
N Yahya Yabo
Malam telah memihak
pada mereka, mereka masih bersimpuh pada pertengahan malam, dan dia tak ingin
dicerca.
Sukarmi,
masih duduk merenung, menatap ke arah depan di atas tempat duduk yang menghadap
pintu keluar rumahnya. Sesekali melihat jam dinding yang masih terus berputar
tanpa henti, seperti juga hidup ini. Rumahmya sederhana, ukurannya mimalis,
pintu yang telah terkelupas bentuk kayunya, atap seng telah berkarat. Di atas
meja dekat kursi hanya ada asbak, asbak yang tak berpuntung rokok. Air bening
di sudut matanya kian tak bisa lagi dia bendung setelah berkali-kali ia
mencobanya. Pipinya basah, tapi matanya masih fokus pada satu titik ke arah
depan. Raut wajahnya pun tak berubah.
2xxx
Warga
kini berada di depan rumahnya, mereka membawa segala senjata tajam. Obor
sebagai penerang mereka. “ayo keluar kamu,jangan bersembunyi di dalam”. Suara dari
salah satu dari puluhan warga yang datang. Tak ada tanda-tanda akan keluar
seseorang dari dalam rumah. Kepala desa setempat sesekali menenangkan warga
yang mulai kehabisan kesabaran.” Sabar,sabar bapak-bapak, saudara-saudara sekalian.
Mereka semua tak bisa lagi ditahan.
3xxx
Bendera
kuning berkibar di depan rumah seseorang. Semalam warga itu meninggal dunia
dengan penyakit aneh yang mengerogoti tubuhnya. Padahal sebelumya dia
sehat-sehat saja. Bau badanya amis, lukanya yang mengeluarkan nana dan darah.
Penyakitnya tak ada yang mengetahuinya. Mereka hanya tahu bahwa dia terkena ‘guna-guna’.
xxx