Pergi ke Kota
Masih Juni 2022. Perjalanan kembali di mulai. Kali ini akan
ke kota. Kota metropolitan, katanya. Kota Tempat dahulu aku berkuliah. 2010-2015.
Kota dengan julukan untuk pahlawannya ‘ayam jantan dari timur’. Kota dengan
bandara internasional tersibuk di timur Indonesia. Kota yang memiliki 3
Universitas Negeri besar. Banyak juga universitas swasta. Dan banyak cerita
tentang kota itu. Jantung kota di Sulawesi.
Memulai perjalanan dari Barru. Ke arah selatan. Menggunakan
motor roda dua. Sendiri lagi. Perjalanan akan menempuh waktu 3,5 jam. Beberapa
jalan bagus. Ada juga yang masih rusak. Jalan poros.
Keperluanku mengunjungi keluarga sekaligus akan ada mengikuti
kegiatan. Hanya kebetulan bertemu agenda itu. MIWF
Perjalanan darat dengan motor cukup nyaman. Hanya saja, kadang
ada macet setelah memasuki kota. Ya, begitu kota besar.
Sampai di kota. Bergegas menuju rumah kerabat. Rumahnya
dekat dengan terminal Daya. Terminal yang juga sibuk melayani kendaraan antar kota
antar provinsi.
Kota yang begitu pesat tumbuh. Dengan segala perkembangan
infrastrukturnya. Walau ada juga yang masih kurang. Seperti Stadion yang ada di
kota yang masih mangkrak. Saat tulisan ini dibuat.
Kulihat kota makin pesat pembangunannya. Sekarang ada jalan tol
layang di tengah kota. Di atasnya jalan layang flyover ujung jalan A.P
Pettarani. Yang membentang di jalan tengah kota. 2015, saat itu belum ada.
Saat sedang berkeliling kota. Mengendarai motor. Menembus
macet jalan. Tentu polusi kendaraan banyak. Dari kendaraan truk, angkutan kota
atau orang di sini biasa menyebut ‘pete-pete’. Hari itu matahari siang menyengat.
Saat aku berkeliling kota.
Beberapa kantor Instansi kulewati. Kodam XIV Hasanuddin.
Universitas Hasanuddin. Kantor pimpinan wilayah Nahldatul Ulama. Kantor Gubernur.
Kantor DPRD. Universitas UIN Alauddin. Universitas Negeri Makassar (UNM). Dan
tentunya Unismuh, Almamaterku. Tanam makam pahlawan panaikang. Dan juga gedung
Graha Pena. Tempat beberapa media berkantor.
Jalan masih sibuk dengan aktifitasnya. Lalu lalang
kendaraan. Jalan macet. Suara klakson terus menderu. Juga saling sahutan. Tentu
bising. Di kota ini harus pintar bertahan hidup. Kulihat seorang pria di pinggir
jalan. Sedang membuka tambah angin ban keliling. Bahkan semua pekerjaan ada di
kota ini. Coba saja berkunjung. Pasti melihatnya.
Setelah beberapa saat mengelilingi sebagian jalan protokol
kota. Tapi kota ini tidak bisa dikeliling seharian. Tidak seperti di Bontang. Kota
Bontang bisa dikeliling dalam waktu satu hari. Coba saja mengelilinginya.
Kota yang begitu ramai. Tak pernah sepi. Begitu pun jalanan.
Jalanan yang tak pernah tidur. Hingga pagi buta, dini hari.
Aku juga berencana mengunjungi teman. Teman bersama saat berkuliah.
Teman diskusi. Tukar pendapat. Bahkan hingga debat bersama. Di ruang kelas. Dia
sudah S2. Selesai 2018. Hingga bertemu. Masih sama, masih sering tukar pendapat.
Sejalan.
Aku sampai di depan almamaterku. Duduk sendiri. Memerhatikan
adik-adik mahasiswa lalu-lalang. Ada juga yang kulihat berkelompok. Mungkin sedang
diskusi. Jalanan depan kampus masih ramai. Selalu. Jalanan itu yang sering
dijadikan panggung terbuka aktivis kampus. Menahan mobil besar. Dijadikan
panggung orasi.
Berkunjung ke kota ini mengingatkanku masa-masa kuliah. Kembali
memori itu berputar di kepala. Kisah berkuliah. Berorganisasi. Banyak kenangan.
Masa itu. Nostalgia. Aku terhanyut dengan ingatan-ingatan masa itu.
Magrib bertandang. Suara azan dikumandangkan muazin dari
beberapa masjid. Terdengar jelas. Saling bersahut. Merdu. Aku harus pulang. Memori
lama masa itu ikut kutinggalkan. Jika ingin menemui. Datang saja ke depan
kampus almamaterku. Kampus biru. Mungkin memori itu tetap ada. Atau akan tetap
ikut bersamaku. Bisa juga kutitipkan padamu.!
*selesai, Makassar, 22062022
Singgah ke sini: Catatan Perjalanan Kapal
Berkunjung juga ke sini: Seni Menanam Kacang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar